Pengabaian

Sedalam apa perasaanmu?
Seberapa penting aku untukmu?
Di awal sangat jelas, aku prioritasmu yang utama.
Bahkan kamu lebih dulu mengingatku daripada makan.
Disini waktu berperan dan kamu berubah.
Lambat laun kamu berubah, bukan lagi sosokmu yang kudapati.
Bukan lagi kamu yang penuh rasa menuntunku.
Bukan lagi kamu yang dengan bahu hangatmu tempatku bersandar.
(Juga) bukan lagi kamu yang pandai menyemangatiku.
Kamu tidak berminat lagi memberiku kabar seperti biasanya.
Aku hanya minta kamu peduli, apakah tugas itu terlalu berat?

Selama ini aku telah merelakan waktu yang lebih banyak kau habiskan dengan mereka, temanmu.
Selama ini aku ikhlas pulang sendiri tanpa kamu.
Aku hanya ingin kabarmu, ingin tahu harimu.
Kamu jauh dari sosokmu.
Mungkin kamu yang berubah,
Mungkin kamu baru saja menampakkan sosok aslimu,
(atau) mungkin aku yang belum mendalamimu seutuhnya.
Entahlah, otakku kaku, tersentak kaget olehmu yang tak lagi seperti dulu.
Bolehkah aku merasa kehilangan?
Mengertikah kamu semuanya tidak akan seperti dulu?
Pengabaian itu datang lagi, kali ini sedikit lebih perih.
Nafas yang menghela menyebut namamu dan ia tak perlu memberitahumu bahwa jauh dalam lubuk hatiku masih bersama namamu.
Bahkan dalam doaku selalu namamu yang kuperbincangkan bersama Tuhan.
Apakah kau sadar itu? Tidak!
Mungkin aku adalah pencinta yang paling sabar (juga paling bodoh),
Yang tetap diam meski kamu seolah mengusirku jauh-jauh dari duniamu.
Mungkin kamu lupa bahwa kita pernah ada dan begitu berharga.
Aku tau, sudah tak ada lagi aku dalam keseharianmu.
Sudah tak ada lagi aku yang begitu sering muncul di mimpimu.
Kemudian sekarang bagaimana? Aku terluka dalam pengabaian.
Kalau saja aku tau segalanya akan berakhir sesakit ini, 
mungkin sejak dulu aku akan mengabaikan perasaanku terhadapmu.
Ada saatnya, aku tidak lagi membanting tulang agar kamu memperhatikanku.
Ketika usahaku selalu remeh di matamu, dan kala itu kamu akan menyadari tak ada yang mampu sepertiku.
Aku tak berharap memilikimu, aku hanya berharap kau menganggapku (sedikit) ada.
Yang tak lagi menjadikanku boneka mainanmu.
Yang sebenarnya kamu pun tau, lelaki tak sepantasnya bermain boneka.
Maaf jika aku tak pernah sempurna di matamu,
Dan maaf jika aku sudah terlalu letih untuk bersabar.
Terlalu meledak untuk mengerti.
Karena mencintai sendiri itu terlalu menyakitkan.
Ku harap kamu dapat menemukan wanita lain yang bisa mengerti egomu.

0 komentar:

Posting Komentar