LUNTURNYA MORAL DAN ETIKA DI INDONESIA

Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami suatu krisis secara fundamental dan menyeluruh. Banyaknya masalah yang berupa Ancaman, Hambatan, Tantangan dan Gangguan (AGHT) yang dihadapi Indonesia datang bertubi-tubi. Ditambah lagi masalah-masalah bencana alam yang memang sudah menjadi bagian dari alam Indonesia yang memang akhir-akhir ini tak ramah dan mungkin yang terakhir yang cukup menganggu yakni masalah internasional dengan negara-negara tetangga hingga berujung buruknya perseprsi Indonesia di mata internasional.
 
Krisis yang dialami Indonesia ini menjadi sangat multidimensional yang saling mengaji. Mulai dari krisis ekonomi yang tidak kunjung berhenti, sehingga berdampak pula pada krisis social dan politik, yang pada perkembanganya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal dan vertical yang terjadi dalam kehidupan social merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang terjadi, yang tentu akan melahirkan disintegrasi bangsa. Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis Negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengundang konflik yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.

 
Lalu ada apa dengan Indonesia sebenarnya. Masalah utama memang tampak berada di permukaan tapi sebetulnya masalah yang benar-benar besar ada pada moral masyarakat Indonesia yang begitu remuk. Hal ini diibartkan jika Indonesia adalah sebuah kapal besar yang sedang mengarungi samudera nan luas, lalu kapal Indonesia bocor dan air laut masuk hingga kapal terancam karam, tetapi sebagai awak kapal serta anak buah kapal yang mengetahui kejadian ini malah tunggang langgang berlari dan keluar dari kapal bukannya saling membantu gotong royong untuk memperbaiki kapal sehingga mampu melaju lagi diatas samudera. Hal inilah yang menjadi hambatan besar yaitu yang berasal dari dalam Indonesia itu sendiri, bahkan lebih dalam lagi yakni hati nurani setiap warga negara Indonesia.
 
Krisis moral yang sangat berpengaruh untuk perkembangan Indonesia kedepannya sekarang ini malah terkesan dikesampingkan oleh aparatur pemerintahan. Hal ini akan mengakibatkan bangsa indonesai akan semakin terpuruk dan dipandang rendah oleh bangsa lain. Karena dari generasi penerusnya saja sudah tidak bermoral? Bagaimana bisa menjadi suatu bangsa yang baik? Itulah yang menjadi permasalah sebenarnya bagi bangsa Indonesia.
 
Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah merubah sebagian besar masyarakat dunia, terutama yang tinggal diperkotaan dan khususnya kelakuan remaja Indonesia. Sebagaimana diketahui dengan adanya kemajuan informasi di satu sisi remaja merasa diuntungkan dengan adanya media yang membahas seputar masalah dan kebutuhan mereka, sedangkan di sisi lain media merasa kaum remajalah yang tepat menjadi konsumen dari berbagai produk yang ditawarkan.
 
Seperti diketahui bersama bahwa media, berperan besar dalam pembentukan budaya masyarakat dan proses peniruan gaya hidup, tidak mengherankan pada masa sekarang adanya perubahan cepat dalam teknologi informasi menimbulkan pengaruh negatif, meskipun pengaruh positifnya masih terasa. Kalau dapat diumpamakan remaja perkotaan sudah tertular dengan gaya hidup barat. Hal ini terlihat pada remaja mengikuti perkembangan mode dunia, mulai dari fashion, gaya rambut, casting HP yang berganti-ganti, pakaian dan sebagainya. Melalui pengaruh ini, remaja diajarkan untuk hidup boros dan menjadi tidak kritis terhadap persoalan sosial yang terjadi dimasyarakat karena terbuai dengan perkembangan zaman.
 
Kecenderungan masalah pada generasi muda pada era globalisasi saat ini adalah mereka tidak mengerti norma moral dan etika yang harus digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga banyaknya generasi muda yang ikut dalam suatu perkumpulan yang pada hakikatnya tidak menguntungkan bagi mereka, malah sebaliknya, di perkumpulan tersebut seorang remaja ataupun muda-mudi dapat terbawa oleh pergaulan yang tidak baik.
 
Terjadinya penurunan moral tersebut pada hakikatnya tidak terlepas dari faktor internal (keluarga) karena dari dalam keluargalah faktor utama yang dapat menghambat atau setidaknya seorang anak dapat dikendalikan. Misalnya saja dengan bimbingan dan arahan dari orang tua, seorang anak diberi nasihat-nasihat yang baik tidak hanya pada saat berkumpul bersama saja, namun di sela-sela waktu yang ada hendaknya diberi arahan yang baik.
 
Seorang anak juga harusnya dikontrol tentang pergaulannya kapan waktunya untuk main dan mengerjakan pekerjaan ataupun tugas-tugasnya yang lain. Serta membatasi pergaulan remaja agar tidak terbawa teman-temannya yang mungkin penghuni pergaulan bebas (negatif).
Faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya moral dan etika generasi muda
1.     Longgarnya pegangan terhadap agama
        Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragam mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.
 
2.   Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumahtangga, sekolah maupun masyarakat.
        Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga institusi ini tidak berjalan dengan semestinya. Pembinaan moral di rumah tangga misalnya harus dilakukan sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk menumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. Pembinaan moral pada anak di rumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak menghafalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan. Zakiah Darajat mengatakan, moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak kecil. Moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya rumah tangga, sekolah pun dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan, sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral yang demikian itu, pendidikan agama diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang diterima di rumah tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat yang lebih rusak moralnya perlu segera diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral di kalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutkan di atas, karena tidak efektifnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.

3.     Dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
       Sekarang ini sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obatan terlarang, gambar-gambar cabul, alat-alat kontrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun, gejala penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis, hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral para remaja dan generasi muda umumnya.

4.     Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah.
       Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukkan kemauan yang sungguh-sungguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang. Mereka asyik memperebutkan kekuasaan, materi dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, dengan tidak memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan lagi apa yang disarankan dan dianjurkan pemerintah, karena secara moral mereka sudah kehilangan daya efektivitasnya. Sikap sebagian elit penguasa yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan sudah waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
 
Beberapa faktor lain yang menyebabkan menurunnya moral dan etika generasi muda saat ini adalah:
a.    Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan untuk melakukan hal yang tidak baik
b.   Orang tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kurang memperhatikan anaknya, bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada di rumah dan selalu keluar rumah. Hal ini bisa menyebabkan remaja terkena pergaulan bebas.
c.   Ingin mengikuti tren, bisa saja awalnya para remaja merokok adalah ingin terlihat keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalau sudah mencoba merokok dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
d.    Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.

Solusi untuk mengatasi penurunan moral dan etika pada generasi penerusAda beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada generasi penerus pada saat ini, diantaranya adalah:
1.    Untuk menghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan memilih teman dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral dan kepribadian seseorang.
2.   Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.
3.      Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk mengurangi pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok.
4.    Diadakannya pembinaan moral dan akhlak, diharapkan, dengan bekal pembinaan moral dan akhlak yang baik dan kuat, mereka nantinya tidak mudah terjerumus dipengaruhi hal yang negatif lagi.
5.      Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar, dan beramal sholeh.
6.     Melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif, seperti ikut dalam suatu perkumpulan remaja masjid, ikut pengajian-pengajian rutin, pagelaran seni, serta olahraga, karena hal tersebut juga dapat meminimalkan seorang anak terjun ke dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya mubadzir (sia-sia), semua jenis kegiatan rutin,selama kegiatan tersebut bersifat positif serta dapat juga untuk mengukir prestasi.

0 komentar:

Posting Komentar